Pelecehan Seksual

Indonesia Darurat Pelecehan Seksual: “Membongkar Luka, Menggerakan Perlawanan”

Pendahuluan

Negara Indonesia, negara yang memiliki 283,44 juta jiwa. Bukan jumlah yang sedikit bagi sebuah negara. Kita disibukan dengan perkembangan pembangunan gedung-gedung mewah, kemajuan digitalisasi yang amat deras. Tapi tau kah kalian, bahwa negara Indonesia ini sedang dalam keadaan kritis, mungkin hampir tewas.

Indonesia sedang terkena penyakit berbahaya, “krisis kemanusiaan yang terlupakan” namanya. Ya, Indonesia sedang menderita penyakit itu, sehingga menyebabkan negara ini hampir mati tanpa rasa hormat. Lebih lanjut, penyakit tersebut bisa kita istilahkan sebagai “darurat pelecehan seksual”.

Kasus demi kasut mulai mencuat dari ruang-ruang kelas formal maupun berbalut agama, hingga parlemen. Dari ruang privat hingga publik. Tak lain dan tak bukan korbannya adalah “Perempuan”.

Para pelaku adalah mereka yang berpendidikan, punya gelar, punya jabatan, gemar berkhutbah di khalayak ramai.

Justru alibi seperti itulah yang digunakan untuk melampiaskan nafsu bejat mereka. Terlebih sudah berkeluarga.

Banyak sekali perilaku pelecehan yang diperbuat, mulai dari Verbal hingga non-Verbal. Semuanya mereka lakukan berlandaskan “kedudukan dan kekuasaan”.

Hal yang paling parah adalah ketika para korban hendak bersuara, mereka terpaksa diam karena ada ancaman yang menghampirinya. Sungguh naas.

Padahal lambing garuda kita berkata “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Demokrasi (kata) nya.

Sudah sulit untuk membedakan mana manusia berseragam yang baik dan yang buruk. Semuanya hampir sama, hanya beda di seragam saja.

Guru melecehkan murid, Dosen memperalat mahasiswi, Kyai menjual ayat-ayat suci seperti serial Bida’ah, dokter memperkosa pasien.

Semua itu ada di negara Indonesia tercinta ini. Sila-sila yang sudah tidak diamalkan, undang-undang yang diketok seenak jidat. Berdo’a saja semoga Indonesia lekas sembuh.

“Sungguh indah tanah air beta, tiada bandingnya di dunia, karya indah Tuhan Maha Kuasa, bagi bangsa yang memujanya”.
“Indonesia ibu pertiwi, kau kupuja, kau kukasihi. Tenagaku bahkan pun jiwaku, kepadamu rela kuberi”.

Jangan sampai kejadian seperti ini menciptakan jugun Ianfu kembali.

Apa itu Pelecehan Seksual?

Pelecehan seksual adalah Tindakan yang dilakukan tanpa persetujuan dan menyebabkan ketidaknyamanan, penderitaan atau rasa terancam bagi si korban.

Ada berbagai macam bentuk pelecehan seksual, seperti Verbal dan non-Verbal, Fisik dan Digital. Semua itu merupakan bentuk-bentuk pelecehan seksual yang sering kali masyarakat kita abai terhadapnya.

Perempuan sering kali dianggap sebagai simbol kesucian dan kehormatan, sehingga dipandang menjadi aib Ketika mengalami bentuk kekerasan seksual seperti pelecehan seksual. Dan tak jarang korban dianggap sebagai penyebab Utama terjadinya kekerasan seksual.

Hal yang paling menyedihkan adalah masih banyak yang menganggap pelecehan sebagai sesuatu yang lumrah ataupun hiburan. Inilah yang menyebabkan pelecehan terus berulang, karena dibalut dalam budaya permisif.

Indonesia Darurat Pelecehan Seksual

Indonesia Darurat Pelecehan Seksual (Dokumen: lang.bersinergi)

Dalam beberapa tahun terakhir, pelecehan seksual di Indonesia menunjukan peningkatan yang sangat drastis. Mulai dari lingkup Pendidikan, dunia kerja, hingga platform digital. Indonesia darurat pelecehan seksual.

Situasi demikian menunjukan bahwa Indonesia sedang dalam keadaan kritis yang luar biasa. Ini bukan sekedar berbicara moralitas, melainkan krisis sosial dan kemanusiaan yang mengancam rasa aman setiap warga negara.

Seperti kasus kekerasan seksual yang terjadi di pondok pesantren yang ada di Bandung. Melansir dari laman komnasperempuan.go.id, ada sekitar 13 santriwati yang menerima kekerasan seksual. Akibatnya Sembilan bayi terlahir sebab kekerasan seksual.

Lagi dan lagi pelecehan seksual dilakukan oleh oknum dokter kepada pasien yang diiming-imingi pengobatannya akan berjalan lebih cepat, nyatanya pasien itu di bius, barulah kemudian pria hidung belang itu menjalankan aksinya. Kini pelaku sudah di lemparkan ke Prodeo.

kiranya pada tahun 2019 kekerasan seksual terhadap perempuan berkisar 406.178 kasus. Di tahun 2020 ada sekitar 431.471 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.

Membongkar Luka dan Menggerakan Perlawanan

Berita tentang kekerasan seksual menyimpan banyak trauma terhadap korban, baik psikisnya maupun sosialnya. Trauma yang menyebabkan luka dapat merenggut kehidupan seseorang.

Merendahkan derajat perempuan hingga Harga diri diinjak, suara dibungkam, dan keberanian yang dipaksa padam.

Ketika para korban diam, itu bukan karena mereka takut untuk berbicara, melainkan ada situasi yang mereka pertahankan (kehidupan).

Ditambah sistem yang tak memihak dan budaya yang lebih sering menyalahkan dari pada melindungi.

Membongkar luka berarti memberanikan diri untuk membuka ruang berbicara bagi korban, tanpa takut akan stigma buruk yang menghampirinya.

Bukan perkara mencari siapa pelakunya, melainkan mengubah pola berpikir masyarakat tentang seksualitas, penggunaan kekuasaan, dan menerapkan keadilan.

Lebih dalam, membongkar luka berarti melawan narasi-narasi yang selama ini meminggirkan korban. Bentuk perlawanan tidak hanya berwujud aksi demonstrasi. Perlawanan bisa berbentuk tulisan, diskusi terbuka, dan lain sebagainya.

Diskusi Publik Kekerasan Seksual Dalam Lembaga Pendidikan: Saatnya Membongkar Relasi Kuasa.

Sebagaimana penyelenggaraan diskusi yang diadakan di kiosojokeos sore tadi, dengan tema “Kekerasan Seksual dalam Lembaga Pendidikan: Saatnya Membongkar Relasi Kuasa”.

Solidaritas perlawanan adalah Ketika ada satu orang yang berani membuka suara kemudian yang lain ikut menyuarakan. Ketika keberanian itu mulai muncul dan membentuk sebuah Gerakan, maka sistem yang kokoh pun dapat menjadi retak.

Melakukan perlawanan terhadap kekerasan seksual bukan hanya soal menuntut keadilan, melainkan bagaimana mengembalikan rasa kemanusiaan yang dirampas dan hilang sekejap. Luka harus diungkap agar menemukan penawarnya.

Hidup perempuan yang melawan seraya berkata “Cukup! tubuh kami bukan obyek. Suara kami bukan aib. Melawan kezaliman adalah jihad!”.

Penutup: Perlawanan Dimulai dari Keberanian Berbicara

Setiap insan berhak dihargai, dan setiap suara berhak didengar. Setiap korban berhak mendapat keadilan. Indonesia tidak akan pernah menjadi besar jika masih ada hal yang disepelekan seperti kasus kekerasan seksual ini.

Kita semua yang mengetahui kebusukan ini, harus berani mengatakan “Pelecehan bukan budaya! Diam bukan pilihan. Lawan adalah kewajiban”.

Hari ini berbicara, esok membuat Gerakan. Terimakasih…

Alief hafiz
Alief hafiz

"Scribo Sic Existo"

Articles: 33

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *