Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Di tengah hiruk pikuk peradaban dunia yang semakin materialistik, hadirlah tasawuf sebagai kajian yang menyejukan, dan menawarkan kedalaman batin di balik kehidupan lahiriah seseorang.
Tasawuf bukan sekedar aliran pemikiran dari abad ke abad, melainkan denyut nadi ruhaniah yang mengakar dalam diri seseorang melalui wahyu ilahi dan tumbuh dalam kesunyian para pencari hakikat dan kebijaksanaan.
Seiring perjalanan sejarah Islam, ilmu ini lahir bukan sesuatu ajaran yang kontroversi dari Al-Qur’an, tetapi sebagai obat penghilang dahaga ruhani yang terus mencari makna terdalam dari ayat-ayat Tuhan tanpa henti.
Tulisan ini berdasarkan makalah yang dibuat oleh saya dan kawan saya, Romansa Ananda Taqwa. Mencoba menelusuri akar-akar Qur’ani yang menjadi pondasi dasar Ilmu Tasawuf, sekaligus menggali jejak sejarah kemunculannya.
Konsep-konsep dasar seperti tazkiyah an-nafs (mensucikan diri), makrifat (pengenalan terdalam tentang Tuhan) dan masih banyak lagi yang lainnya. Semuanya berdasarkan dari Al-Qur’an.
Pertumbuhan tasawuf tidak hanya identik dengan Islam, tetapi agama seperti Hindu pun ikut serta dalam sejarah munculnya ilmu Tasawuf. Bukan hanya itu, aliran filsafat seperti neoplatonisme pun sedikit banyaknya ada dalam ilmu ini.
Tasawuf merupakan aspek esoteris dalam Islam yang menekankan pada pensucian jiwa dan pendekatan diri kepada Allah lewat jalan spiritual. Praktik ini sesuai dengan Al-Qur’an surat Asy-syams ayat 9-10 yang menegaskan betapa pentingnya penyucian diri.
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ ٩وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَاۗ ١
Artinya: “Sungguh beruntung orang-orang yang menyucikan jiwanya (9) Dan sungguh merugi orang-orang yang mengotorinya.” (Q.S. Asy-syams:9-10)
Tasawuf juga dapat disebut sebagai mistisisme Islam. Sebagian orientalis barat menyebutnya sebagai sufisme yang merupakan istilah khusus untuk mistisisme Islam.
Ada istilah yang menarik dalam mengartikan tasawuf, yaitu “Shuff” yang berarti kain woll kasar atau sejenisnya. Mengapa demikian? karena jenis kain ini gemar disukai oleh para penganut sufistik, sehingga hal ini menjadi simbol kesederhanaan (Zuhud).
Masih banyak lagi pengertian tasawuf, tetapi secara garis besar tasawuf dapat diartikan sebagai jalan spiritual yang menekankan gaya hidup sederhana (zuhud), ibadah yang mendalam, serta pencarian hakikat dan makrifat yang tetap berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Apakah akan terus seperti itu? jawabannya Tidak, Mengapa? karena seiring perkembangan Ilmu Tasawuf, nanti akan terbagi tiga kelompok, seperti Tasawuf Akhlaki kelompok yang mengajarkan keindahan berperilaku.
Tasawuf Falsafi, kelompok yang mengajarkan konsep ke-Tuhanan dan eksistensi dengan pendekatan filosofis secara mendalam.
Tasawuf Amali, kelompok yang lebih menekankan pada ritual keagamaan, seperti salat, dzikir, dan lain sebagainya.
Tasawuf sebagai dimensi spiritual dalam Islam memiliki pondasi yang amat kuat. Ajaran-ajaran tasawuf sangat berakar pada prinsip tauhid, penyucian jiwa, dan pendekatan pribadi kepada Allah, hingga berakhlak mulia.
Munculnya ilmu ini tidak berjalan mulus, seiring perkembangannya mulai muncul kritik yang akhirnya menimbulkan kekhawatiran dalam dunia pemikiran Islam. Hingga akhirnya nampak argumen pendukung untuk menguatkan ilmu ini.
Kontroversi perihal ilmu ini pada dasarnya bukan berasal dari Islam itu sendiri, melainkan dari sebagian kalangan orientalis barat yang secara general mengatakan bahwa tasawuf itu berasal dari luar Islam.
Tetapi hal ini bertolak belakang dengan ajaran-ajaran tasawuf yang memang berdasar dari Al-Qur’an, seperti menyucikan diri, berdzikir, berpenampilan sederhana, dan lain sebagainya.
Ajaran tasawuf yang pertama ini berdasarkan dari Al-Qur’an surat Asy-syams ayat 9-10 yang menekankan seseorang untuk mensucikan dirinya.
Ajaran ini mengajak seseorang untuk membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit hati, seperti sombong, riya’, dengki, dan ghibah, agar mampu mencapai kedekatan yang sempurna kepada Allah.
Tasawuf pun menekankan seseorang untuk terus mengingat Allah dengan berdzikir sebagai bentuk ritual menuju ketenangan hati. Hal ini selaras dengan firman Allah surat Ar-ra’d ayat 28.
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ ٢٨
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan sebab mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu merasa tenang.” (Q.S. Ar-Ra’d: 28)
Ritual ini menjadi salah satu metode bagi seorang (sufi) untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencapai keadaan spiritual yang lebih tinggi. Dzikir adalah perbuatan yang sangat istimewa, sampai-sampai Allah menjamin “Seseorang yang senantiasa berdzikir kepadanya akan selalu merasa tenang hatinya”.
Tasawuf berkembang sejak masa tabi’in sebagai Gerakan zuhud yang menekankan kesederhanaan dan kehidupan yang jauh dari dunia.
Namun, seiring perjalanan waktu ada konteks budaya yang berpengaruh dalam perkembangan tasawuf ini, yang telah lama memiliki tradisi mistisisme dan filsafat.
Ada beberapa teori terkait asal-usul mistisisme Islam, antara lain:
اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ ١٥٦
Artinya: ““(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucap “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali).” (Q.S. Al-Baqarah: 156)
Fitrahnya ruh itu diciptakan dengan sebaik-baiknya, tetapi ketika masuk ke alam materi, ruh menjadi kotor, dan untuk merubahnya kembali seperti semula maka harus melakukan pembersihan terlebih dahulu, dengan cara menjauhi dunia dan mendekatkan diri kepada Allah.
Literatur Islam sebelum munculnya Tasawuf, terlebih dahulu muncul aliran zuhud pada akhir abad ke-I (permulaan abad ke-II) dan dikenal sebagai “Periode Awal”
Ajaran ini di prakarsai oleh Hasan Basri sebagai seorang Zahid pertama yang termashur dalam Sejarah tasawuf.
Hal ini juga selaras dengan Abu al-A’la afifi yang dikutip oleh Amin Syukur yang mencatat empat pendapat para peneliti atau asal-usul zuhud yang merupakan cikal bakal ajaran tasawuf.
Pertama, dipengaruhi oleh India dan Persia. Kedua, dipengaruhi oleh asketisme Nasrani.
Ketiga, dipengaruhi oleh berbagai macam sumber yang kemudian menjelma menjadi sebuah ajaran tetap. Keempat, berasal dari Ajaran Islam dalam konsep zuhud.
Masuk ke-abad tiga dan empat para sufi mulai cenderung memperbincangkan konsep-konsep yang justru sebelumnya tidak dikenal, semacam moral, jiwa, tingkah laku.
Pada era itu juga muncul tokoh-tokoh sufi seperti, Al-Muhasibi (w. 243 H), Al-Kharraj (w. 277 H), Al-Junaidi (w. 297 H).
Pertama kalinya pada abad ini terbentuk tarekat yang menjadi lembaga pendidikan yang memberikan berbagai pengajaran teori dan praktik kehidupan sufistik kepada orang-orang yang berhasrat mempelajari tasawuf.
Pada abad ke-V (lima) para tokoh mengadakan konsolidasi untuk memperkuat tasawuf dengan pondasi asalnya¬ yang dikenal dengan istilah “Tasawuf Sunni”, yakni tasawuf yang sesuai dengan tradisi Nabi dan para sahabatnya.
Salah satu tokoh terkenal pada fase ini adalah Al-Ghazali yang dikenal sebagai pemuka madzhab kasyaf dalam makrifat.
Pada fase ini pula banyak tokoh yang mengkritik Al-Ghazali karena mencoba mengadopsi filsafat Persia ke tasawuf sunni, sehingga pada ujung tombaknya Ghazali membuat karya berjudul Tahafutul Falasifah, Al-munqiz Min Az-zalal dan Ihya ‘Ulumiddin.
Abad ke-VI (enam) ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi, yang mengkombinasikan antara rasa (zauq) dan rasio (akal), jenis tasawuf yang bercampur dengan filsafat, terutama filsafat Yunani.
Pengalaman-pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan Manusia mulai diteorisasikan ke dalam bentuk pemikiran yang dikenal dengan “Wahdatul Wujud” yang dibawa oleh Al-Hallaj.
Azizah, R., & Rosidi (2019). Sejarah Perkembangan Tasawuf dari Zaman ke Zaman. IAIN Madura, 2 (June), 0-12.
Jamaludin, & Zulkifli. (2018). Akhlak Tasawuf, In Kalimedia.
Yusri, A. Z. dan D. (2020). Penghantar Ilmu Tasawuf. In Jurnal Ilmu Pendidikan (Vol. 7, Issue 2).